Sehat dan Murah Ala Asmino

MENU SARAPAN PAGI PROFESOR Asmino, bagi kebanyakan orang, mungkin tampak aneh. Lima lembar daun sambung nyawa, tiga lembar daun dewa, serta semangkuk kecil bubuk jamur yuko dan bubuk tulang rawan ikan hiu, yang dicampur air rebusan daun encok dan madu, adalah makanan pembukanya. Berikutnya adalah sekerat roti berlapis keju dan seperempat liter susu kedelai.  

Tidak hanya itu, pria 74 tahun ini pun menyantap bubuk benalu mangga sebagai pelengkap makannya. Lelaki yang rambutnya sudah memutih ini memilih buah mangga, sawo, atau pisang sebagai hidangan pencuci mulutnya. "Menu yang tampak aneh itu merupakan bagian dari pengobatan alternatif terhadap kanker yang menggerogoti tubuh saya," tutur Asmino.

Riwayat Asmino bergulat dengan kanker memang cukup panjang. sejak 1988, guru besar emeritus Universitas Airlangga ini diketahui mengidap kanker prostat. "Gejalanya diawali ketika saya kesulitan buang air kecil. Rasanya sakit sekali," ia menuturkan.

Sebagai dokter, Asmino curiga ada yang tidak beres dengan fungsi organ tubuhnya ini. Kecurigaannya terbukti  ketika hasil pemeriksaan awal dari rumah sakit di Surabaya menunjukkan indikasi kanker prostat. 

Ketika ia diperiksa lagi di Amerika, Profesor Goodwin menemukan suatu kelenjar yang membesar di cekung leher depan kiri (supraclaviculair), yang tak lain merupakan anak sebar (metastasis) kelenjar kanker prostat. "Ini yang menjadikan penyakit saya melonjak hingga stadium empat atau sudah  sangat lanjut ketika ditemukan," tuturnya. 

Untuk penyembuhan awalnya, masih di Amerika, Asmino memilih metode trans urethral resection of  the prostate (TURP), alias operasi pembuangan tumor prostat langsung lewat saluran kencing, pada 17 Oktober 1988. Setahun kemudian, kelenjar lehernya yang terserang kanker diangkat di Indonesia oleh Doktor LD. G Soekardcja. Dan operasi pengangkatan berikutnya dilakukan pada Juli 1990 oleh Dokter Martatko.

Setelah beberapa operasi itu, tak berarti Asmino bebas dari ancaman kanker. "Selama kita memiliki pembuluh darah, kemungkinan kanker tumbuh menyebar dalam tubuh kita tetap terbuka lebar," kata bapak dua anak ini. Artinya, ancaman kanker tetap menghantui hidup Asmino dari hari ke hari.

Masih banyak metode pengobatan modern lain yang dikenal ampuh untuk kanker, seperti pengobatan dengan sinar-X (radioterapi), penggunaan zat kimiawi (chemo/crytostatic  therapy), terapi hormon, dan penggunaan metode pengebirian (orchiectomy). Namun, Asmino justru menolaknya. 

Ahli radiologi ini menyadari metode modern itu menimbulkan pula efek samping pada tubuh penderitanya. Metode sinar-X dan kimiawi, misalnya, mengakibatkan penurunan ketahanan tubuh dan menimbulkan pelebaran pembuluh darah halus atau, dalam istilah kedokteran, teleangiectasia.

Penolakan Asmino itu bukan pertanda ia menyerah terhadap musibah yang dialaminya. "Kamus saya tidak memuat kata musibah. Kita tidak tahu apa maksud Allah SWT dengan penyakit yang  kita derita ini, tapi kita mesti berusaha menyembuhkannya. Allah SWT tidak akan menurunkan suatu penyakit tanpa pengobatannya," katanya mantap.

Sejak saat itu, Asmino rajin mencari pengobatan alternatif yang cocok untuk dirinya. Usaha ini dilandasi keyakinannya bahwa Tuhan menurunkan manusia ke bumi dengan tanaman dan hewan yang  berguna untuk kehidupan manusia, yang salah satunya adalah madu.

Asmino dengan rajin juga mengkonsumsi madu setiap hari untuk melengkapi menu makannya. "Sampai sekarang, saya memang belum menemukan literatur ilmiah tentang khasiat madu. Tapi saya pernah membaca artikel di koran yang menjelaskan bahwa madu mengandung zat antiracun dan antikanker," ia mengungkapkan.   

Asmino tak segan-segan pula menyantap sarang burung walet. Sarang burung ini, menurut anjuran seorang dokter kenalannya, mampu mempercepat penyembuhan penyakit. Setiap hari Asmino melahap tiga buah sarang burung yang diseduh dengan gula batu - untuk diminum tiga hari. "Tapi sejak awal 1993 saya mengurangi menu ini. Dan pada 1994, saya tidak lagi mengkonsumsi sarang burung itu," tutur kakek dari empat cucu ini. Sarang burung walet memang terbilang mahal harganya.

Pilihan Asmino berikutnya jatuh pada metode fitoterapi, yakni pengobatan dengan menggunakan bahan dari tanaman. "Bangsa kita sendiri sudah lama dikenal kaya dengan berbagai tanaman berkhasiat untuk pengobatan. Mengapa kita tidak mencobanya?" katanya. Keyakinan Asmino semakin bertambah ketika membaca literatur ilmiah yang menerangkan penggunaan fitoterapi di Eropa, terutama di Jerman.

Daun sambung nyawa (Gynura procumbens), misalnya, ternyata mengandung asparaginase. Daun yang semula disebut ngokilo ini diperoleh Asmino dari Greet Soetopo istri almarhum profesor Soetopo, mantan menteri Kesehatan RI.

Daun ini berkhasiat untuk mengobati kanker, menghancurkan batu ginjal, mengobati wasir, menutup luka tersayat, menghilangkan urticaria alias bidur akibat alergi, menurunkan tekanan darah tinggi, serta menurunkan kadar kolesterol.

Daun dewa (Gynura procumbens var. Macrophylla) memiliki kandungan zat saponin. Zat yang bisa memecah gumpalan darah ini berkhasiat memerangi kanker. Asmino juga menggunakan air rebusan daun encok. "Rebusan daun ini berfungsi memperlancar "keluarnya sisa pecahan sel kanker lewat ginjal," tuturnya. Sesuai dengan namanya, rebusan air daun ini mujarab pula untuk penderita encok.

Dan Asmino tidak hanya sekadar melakukan trial and error dengan berbagai tanaman tersebut. "Saya juga mencari literatur ilmiah atau hasil penelitian tentang kandungan tanaman berkhasiat itu," ujarnya.  

Dari literatur ilmiah pulalah Asmino mengetahui bahwa benalu mengandung ekstrak yang mempunyai spesifisitas terhadap sel-sel yang mengalami transformasi, yaitu sel yang berubah menjadi sel kanker. Semula dia hanya menerima informasi tentang khasiat benalu ini dari  teman-temannya di Jakarta.   

Kandungan benalu antara lain viscotoxin dan tiga macam glycoprotein dengan spesifisitas pada gugusan hidrat arang yang disebut lektin, yaitu mistellectin (ML) I, II, dan III. Menurut dia, yang paling dominan adalah ML-1 suatu B galactoside specific-lectine.

Dosis kecil dan nontoksis dari ML-1 itu mampu membunuh sel tumor. Ini juga berperan meningkatkan aktivitas sel-sel efektor atau sel sekerja seperti sel yang berperan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap tumor. 

Asmino juga menyantap jamur yuko. Jamur ini mudah diperoleh di pasar atau supermarket, dan sering digunakan sebagai campuran sup oleh ibu rumah tangga. Di tangan Asmino, jamur itu berubah menjadi makanan yang berkhasiat bagi kesehatan tubuhnya.

Berkat budi baik temannya, Asmino memperoleh ekstrak jamur tersebut yang disebut lentinan. Itu berupa polysaccharida 10 miligram yang dicampur dengan ginseng dan madu. Rumus kimia ekstrak jamur ini persis dengan lentinan, yaitu B 1,3 glucan. " Ini semua merupakan rangkaian mekanisme kerja untuk membunuh sel tumor," tutur Asmino.

Jika Asmino juga suka meminum susu kedelai, itu karena "Kedelai mengandung genistein dan isoflavonoids, yang menghambat tumbuhnya kanker," ujarnya. Bahan makanan sehatnya bukan hanya tanaman. Asmino mengkonsumsi pula tulang ikan hiu. 

Menurut penelitian, ikan hiu tidak pernah terserang kanker. "Ikan hiu hidup di lautan yang dalam, sehingga mampu mengikat sejumlah oksigen dalam dirinya dan protein yang bermutu tinggi," tuturnya sembari memperlihatkan buku berjudul Sharks Don't Get Cancer karya Doktor I. Williams Lane dan Linda Comac.

Tulang yang dimaksud adalah tulang belakang ikan hiu, yang seluruhnya merupakan tulang rawan. "Tulang rawan ikan hiu itu mengandung anti-angiogenesis, yaitu bahan yang menghalangi terjadinya pembuluh darah di tulang rawan. Karena tidak ada pembuluh darah di situ, kanker tidak bisa tumbuh," ujarnya 

Boleh jadi, berkat kombinasi ramuan makanan alamiah itulah Asmino tetap sehat dan segar bugar. "Kini saya tidak merasakan adanya gejala kanker itu lagi," tuturnya. Meski usianya sudah mencapai kepala tujuh dan rambutnya memutih, tak terlihat kerut-kerut kulit di wajah lelaki ini. Jabatan tangan dan tepukannya pun tetap terasa kuat ketika bersalaman. 

Kendati begitu, Asmino tidak menutup mata terhadap trend penggunaan makanan sehat yang harganya selangit itu. Bagi Asmino, murah atau mahal adalah soal pilihan dalam ikhtiar untuk penyembuhan. "Yang saya sayangkan, orang kita memang lebih tertarik pada "produk luar daripada hasil budi daya bangsa sendiri," mujar tokoh persatuan penggemar anggrek di Surabaya ini.

Asmino sendiri memiliki Eurixor, alias ML-1 seperti yang terdapat dalam benalu, yang berasal dari Jerman. Juga ekstrak jamur, berupa lentinan, dengan merek Fufang Xianggu Duotang Koufuye dari Hongkong. Kendati begitu, "Saya tidak membeli dua bahan berkhasiat ini. Itu oleh- oleh dari teman-teman yang peduli dengan penyakit saya," tuturnya.

Menurut Asmino, mahalnya harga makanan sehat itu tak lebih untuk menebus biaya pemrosesannya yang mahal. Maklum, untuk mengambil ekstrak bahan makanan alamiah tersebut, tentu dibutuhkan teknologi  tinggi yang menuntut investasi tidak murah.

"Contohnya ekstrak ikan hiu ini. Harga ekstraknya yang dikemas rapi bisa mencapai ratusan dolar AS per dosnya," ujarnya. Dan jika ingin sehat dengan biaya murah, pengalaman Asmino ini mungkin layak ditiru. 

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar