Aku Berhasil Mengusir Insomnia

Sulit tidur merupakan siksaan, bisa berakibat gangguan pada fisik dan mental.

Aku anak pertama dari tujuh bersaudara. Waktu kecil, saat terbangun tengah malam, aku sering melihat bapakku masih bangun dan sedang membaca. Ketika kutanya mengapa tidak tidur, bapak menjawab karena ia merasa tidak bisa tidur. Ternyata beberapa tahun kemudian aku mengalami masalah yang sama, yaitu 'mengidap penyakit' tidak bisa tidur atau insomnia. 

Saat itu aku masih berusia 17 tahun dan duduk di kelas tiga SMA. Selalu tidak bisa tidur gara-gara memikirkan tugas sekolah yang belum selesai. Ternyata hal tersebut terus berlanjut hingga aku selesai kuliah dan bekerja. Dulu kukira itu disebabkan faktor keturunan, karena selain ayah, kakek dan beberapa paman dari pihak ayahku mengalami hal yang sama. Namun, kemudian kupikir-pikir mungkin juga gabungan antara keturunan dan sifatku yang tertutup dan agak susah melupakan masalah. Biasanya pikiranku menjadi berat bila ada sesuatu yang sangat mengganjal, misalnnya tugas tidak selesai, sedang ada problem. Selama masalah itu ada, malamnya aku tidak bisa tidur. Lalu aku merasa kepanasan, resah dan gelisah. Hal ini sering terjadi, setiap minggu bisa dua-tiga malam berturut-turut aku tidak tidur.

Pengaruhnya bagi diriku tentu saja ada. Akibatnya aku tidak bisa konsentrasi dalam bekerja, sering seperti orang bingung serta merasa melayang-layang. Aku jadi emosional dan tidak dapat berpikir jernih kalau menghadapi masalah yang sepele sekalipun. Selain itu, dalam hal fisik pun ada pengaruhnya, kulitku kusam, banyak jerawat dan mataku sembab. Badanku juga sangat kurus.

Karena sudah begitu lama mengalaminya, aku merasa insomnia adalah bagian dari hidupku. Aku mulai sadar dan merasa terganggu ketika bekerja di Bali, tepatnya tahun 1991. Saat itu, sebagai Humas setiap hari aku harus banyak bergerak. Karena sering tidak tidur maka saat bekerja aku tidak pernah merasa fit, badan terasa lemas dan selalu ingin marah-marah. Lama-kelamaan aku merasa sangat terganggu dan ingin mencari jalan keluarnya. Akhirnya aku memutuskan untuk berobat ke dokter.  

Setelah mendengar keluhanku, dokter memberi vitamin yang mengandung obat tidur. Namun obat tersebut hanya bekerja sekali, selanjutnya tidak ada pengaruhnya. Karena itu aku kembali ke dokter dan diberi valium 1, tapi hasilnya juga tidak memuaskan. Maka aku pun kembali ke dokter dan kali ini diberi valium 2. Tapi lagi-lagi obat tersebut tidak berhasil membuat aku tidur. Aku lalu mencoba minum sejenis jamu seperti yang dianjurkan temanku, ternyata tetap tidak ada hasilnya. Dokter kemudian menghentikan pemberian obat-obatan. Sebagai gantinya aku diharuskan berolahraga secara rutin dan mengubah pola makan. Aku harus mengonsumsi makanan yang sehat, mengurangi makan daging-dagingan, serta memperbanyak makan sayur, buah dan ikan. Salah seorang teman yang tahu masalahku juga menyarankan minum susu manis hangat sebelum tidur.

Semula aku agak pesimis mendengar semua anjuran itu. Apalagi karena selama ini pola hidupku jauh berbeda dengan yang dianjurkan dokter. Tetapi, karena ingin sembuh, kucoba ikuti semua nasihat itu. Aku yang dulunya hampir tidak pernah berolahraga, mulai melakukan jogging, senam dan kadang-kadang berenang. Mulanya aku tidak merasa ada hasilnya. Namun aku tidak mau putus asa dan tetap mematuhi semua anjuran itu. Selain itu, sebagai umat Kristen, aku berusaha lebih sering mendekatkan diri padaNya, kupanjatkan doa setiap kali mulai susah tidur.

Perlahan-lahan hasilnya mulai terasa. Sekitar dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1993 saat pindah kerja di Jakarta, aku mulai jarang tidak bisa tidur. Paling banyak hanya sekitar satu kali dalam sebulan gangguan itu datang. Itu pun kalau masalah yang kuhadapi begitu banyak. Kini aku merasa lebih segar, sehat lahir batin, lebih fit dan lebih siap menghadapi masalah. Aku merasa lebih dewasa dalam hal emosi.

Zaidah Dewi   

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar