Dokter Merakyat dari Pasar Badung

KONSEP multiflier effect dalam ilmu ekonomi ternyata juga berlaku bagi ilmu kesehatan dokter Luh Putu Upadisari, Direktur Yayasan Rama Sesana memilih Pasar Badung, pasar terbesar di Bali untuk memberikan pendidikan kesehatan. Memberikan keuntungan maksimal dengan modal sekecil-kecilnya. 

Ini bukan perkara mencari untung dalam bentuk uang, tapi keuntungan sosial. "Pasar Badung ramai sekali, semua pedagang dan penjual pasti kumpul tiap hari. Wah, ini peluang untuk pendidikan kesehatan," ujar perempuan kelahiran Bali, 12 September 1965 ini.

Hasilnya, setelah hampir enam tahun bergerak di Pasar Badung, sebagian pedagang yang mayoritas perempuan kini  mulai mengenal kanker leher rahim, kanker payudara, dan cakap memilih alat kontrasepsi. Klinik Kesehatan Reproduksi  yang didirikannya di pasar itu rajin dikunjungi pedagang atau pengunjung pasar. 

Memeriksakan alat kelamin sendiri bukan perkara mudah bagi perempuan. Awalnya, banyak yang malu atau jijik melihat vaginanya sendiri. Padahal dari hasil pmeriksaan yang dilakukan  dokter Sari dan kawan-kawannya di klinik, hampir semua perempuan memiliki masalah dengan kesehatan alat produksi. Mulai dari keputihan ringan, infeksi  menular seksual (IMS) berat seperti klamidia dan gonorhea, sampai potensi kanker leher rahim. 

Hasil pemeriksaan klinik Yayasan Rama Sesana itu mendapati tingginya angka kasus IMS dan infeksi saluran reproduksi lainnya. Beroperasi sejak 2004, hingga Februari 2005, hasil pemeriksaan laboratorium terhadap 1.055 orang menunjukkan sedikitnya 84 pasien positif menderita infeksi seperti gonorhea (GO), tanda-tanda infeksi pada mulut rahim, serta tanda-tanda infeksi pada liang vagina lainnya. Hasil papsmear (pemeriksaan mulut rahim) kepada 603 orang, memperlihatkan hanya 51 orang yang tidak mengalami gangguan apa pun pada mulut rahim.

Beberapa tahun terakhir pasar ini beroperasi 24 jam, dengan mobilitas pedagang sangat tinggi. sebagian besar pedagang sore dan malam adalah pedagang tak tetap, dengan frekuensi pergantian giliran dagang yang tinggi pula. Besarnya populasi pasar dan dinamikanya, membuka kasus-kasus kesehatan terutama reproduksi perempuan dan kasus kekerasan yang dialami penghuni pasar, yang sebagian besar perempuan. "Saya yakin persoalan kesehatan reproduksi itu juga dialami perempuan pada umumnya, tak hanya di pasar. Tantangannya bagaimana membuka diri pada perempuan. Biar mereka merasa nyaman periksa," ungkap alumni Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ini.

Keterbukaan dan kesadaran perempuan memeriksa kesehatan reproduksinya tak muncul dengan sendirinya. Dokter Sari mulai dengan memberikan pendidikan sederhana dan pengenalan alat kelamin.

Intervensi dimulai dengan penjangkauan dan pembentukan pendidik sebaya. Empat petugas penjangkau dilatih untuk bisa memberikan informasi kesehatan reproduksi dengan cara yang dipahami pedagang. Kemudian tiap hari petugas penjangkau harus mendatangi pedagang sambil mengobrol santai soal keluhan kesehatan reproduksi dan menunjukkan brosur berisi informasi soal kesehatan lain.

Untuk menarik  perhatian pedagang, biasanya Sari menawarkan para pedagang membahas isu-isu kesehatan yang tengah hangat di masyarakat.

Pengetahuan soal kondom ternyata lambat laun menjadi topik favorit pedagang untuk dibahas. Apalagi ketika sesi cara penggunaan  kondom yang benar dengan menggunakan patung penis dan kayu sebagai alat peraga. Ketertarikan pada kondom imbas dari banyaknya keluhan akibat penggunaan alat kontrasepsi hormonal seperti pil KB dan suntik KB. Banyak perempuan mengalami gagal KB salah satunya karena tidak disiplin suntik atau minum pil KB.  

Nah, tantangannya bagaimana mengenalkan dan menegosiasikan penggunaan kondom ke pasangan atau suami mereka. Hal ini bukan perkara sulit bagi sejumlah pendidik sebaya, sekelompok pedagang yang menjadi penyuluh di komunitasnya seperti pedagang dan buruh. pendidik sebaya ini juga salah satu strategi yang digunakan dokter Sari untuk menjangkau pedagang.

Sejumlah penghuni pasar yang aktif mengikuti berbagai penyuluhan dan kegiatan klinik dididik menjadi penyuluh sebaya atau peer educator (PE). Mereka mendapat pelatihan khusus bagaimana meluaskan informasi dan merujuk temannya yang mengalami masalah kesehatan reproduksi ke klinik pasar.

Pasar Badung, yang buka 24 jam membuat dokter Sari membuka klinik malam. Namun, saat ini klinik malam baru buka seriap Jumat karena masalah ketersediaan sumber daya manusia.

Sebelum mendapatkan lokasi klinik yang layak, dokter Sari dan rekan-rekannya memanfaatkan lorong pasar yang gelap untuk dijadikan klinik. Barangkali tak layak disebut klinik karena hanya menyediakan sejumlah meja kursi untuk periksa pasien.   

Seorang pedagang yang memiliki usaha salon kecantikan di Pasar Badung bersimpati dan merelakan salonnya menjadi klinik dadakan. Jadi, salon itu berwajah ganda. Pagi sampai sore menjadi pusat permak wajah dan rambut, malamnya disulap jadi klinik.

Layanan kesehatan yang diberikan tak hanya seputar kesehatan reproduksi tapi juga keluhan umum seperti batuk dan pilek. Tapi, informasi soal kesehatan reproduksi pasti disisipkan seperti soal alat KB, pemeriksaan rutin kanker leher rahim atau papsmear.

Pelayanan kesehatan di pasar, membuka pintu untuk upaya kesadaran akan hak kesehatan reproduksi penguatan gender, dan intervensi pencegahan HIV/AIDS. Mereka tak lagi malu berbicara soal kelaminnya sendiri.

Bahkan kini, klinik pasar yang berlokasi di lantai empat Pasar Badung ini semakin sering didatangi pasien yang bukan penghuni pasar. Sekadar untuk pemeriksaan alat kontrasepsi, papsmear, sampai cari obat demam.

Sebelum menetapkan pilihan mengadvokasi pedagang Pasar Badung, dokter Sari yang juga aktif di gerakan perlindungan perempuan dan anak ini adalah penjangkau pekerja seks di lokasi prostitusi.

Bersama teman-temannya ia kerja keluar masuk rumah-rumah tempat bisnis seks di Denpasar untuk melakukan pemeriksaan kesehatan khususnya infeksi menular seksual (IMS).

Kini, setidaknya sebagian perempuan pasar berdaya untuk mengetahui kesehatan reproduksi dan tahu cara mengobati. Persoalan yang sampai kini masih sulit ditangani oleh pemerintah.

Luh De Suriyani, penulis lepas di Denpasar

 

     

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar