Terapi Depresi Cegah Bunuh Diri


Tanpa terapi, gangguan kejiwaan seperti depresi bisa semakin parah dan memicu bunuh diri. Namun, stigma kerap membuat penderita gangguan kejiwaan enggan berobat. 

TANGGAL 10 September diperingati sebagai Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia (World Suicide Prevention Day) Tujuan peringatan itu antara lain untuk menggalang peran masyarakat agar berperan mencegah orang bunuh diri. 

Data International Association of Suicide Prevention menyebut setiap tahunnya 800 ribu orang meninggal dunia karena bunuh diri. Artinya, rata-rata setiap 40 detik ada satu orang yang meninggal dunia karena bunuh diri. Laporan 2012 menyebutkan bunuh diri merupakan penyebab kematian nomor lima orang yang berusia 30-49 tahun. 

Di Indonesia, meski belum ada data resmi, Wakil Ketua Seksi Bipolar dan  Gangguan Mood Lainnya pada Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, dr Nurmiati Amir SpKJ menilai angka bunuh diri terus meningkat. Hal itu sekaligus menandakan makin banyak masyarakat Indonesia yang menderita gangguan jiwa, terutama depresi berat.

Gejala depresi antara lain selalu murung, tidak punya minat, merasa masa depan suram, merasa bersalah terus, serta tidak berguna lagi bila hidup.

Pada tingkatan berat, depresi  membuat seseorang mati rasa. Ia tidak lagi memiliki rasa benci, senang, marah, ataupun bahagia. Hidup pun  terasa hampa. Hal tersebut membuat dia berpikir untuk bunuh diri.

"Orang depresi akan berpikir kematian lebih enak daripada kehidupan. Setelah merasa seperti itu, mereka akan mulai punya ide-ide untuk bunuh diri dan juga merencanakan cara-cara untuk bunuh diri seperti gantung diri, loncat dari jembatan, loncat dari atas gedung, atau menabrakkan diri ke kereta api," terang psikiater yang berpraktek di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Depresi, lanjut Nurmiati, disebabkan faktor keturunan, faktor lingkungan, dan faktor hormonal. "Terkait faktor keluarga, pada umumnya bunuh diri juga terjadi karena ada riwayat keluarga menderita depresi dan meninggal bunuh diri juga."

Adapun faktor lingkungan merupakan masalah yang berasal dari luar diri. Misalnya, penganiayaan, pelecehan, dan ketidakberdayaan menghadapi suatu kondisi yang membuat mereka menderita. Sementara itu, faktor hormonal misalnya terjadi pada perempuan menjelang haid atau sesudah melahirkan. 

Selain itu, ada pula kejadian depresi yang menjadi bagian dari penyakit bipolar. Penyakit kejiwaan membuat penderitanya mengalami episode kegembiraan berlebihan dan kesedihan mendalam secara bergantian. Kematian aktor komedi Robin Williams karena bunuh diri juga dihubung-hubungkan dengan gangguan bipolar, selain riwayat penggunaan alkohol jangka panjang. Diduga, episode sedih mendalam membuatnya depresi berat hingga terdorong untuk bunuh diri.

"Namun, banyak juga penderita bipolar yang meninggal saat mengalami episode bahagia berlebihan. Misalnya, episode itu membuat mereka terlalu bersemangat lalu ngebut  di jalan dan kecelakaan," imbuh  Nurmiati. 

Selain depresi, lanjutnya, gangguan cemas dan psikotik  juga bisa membuat seseorang terdorong  untuk bunuh diri. "Penderita psikotik  tidak bisa membedakan mana fakta dan bukan fakta. Salah satu gejalanya ialah halusinasi. Kadang mereka bunuh diri karena halusinasi yang mendorong mereka melakukannya." 

Beri dukungan

Untuk mencegah bunuh diri pada  orang-orang yang depresi, menderita gangguan bipolar, atau gangguan kejiwaan lainnya, mereka perlu mendapatkan terapi yang benar. Misalnya terapi obat-obatan secara medis atau psikoterapi untuk mengubah cara berpikir dan persepsi atas kesalahan yang terjadi.

Namun, saat ini belum semua penyakit gangguan kejiwaan bisa memperoleh terapi. Salah satu kendalanya yakni stigma yang dilekatkan pada penderitanya.

"Mereka kerap disebut gila. Gangguan jiwa selalu diidentikkan dengan kegilaan serta kondisi yang membuat seseorang selalu hilang akal dan tampak kacau balau. Padahal, banyak sekali tipe gangguan jiwa yang ada dan beberapa di antaranya bisa sangat dikontrol dengan terapi yang tepat," kata psikiater dari Klinik Psikosomatis RS Omni Alam Sutera Tangerang, dr Andri SpKJ, secara terpisah.

Stigma itu membuat penderita dan juga keluarganya malu dengan kondisi mereka hingga akhirnya enggan menjalani terapi yang dibutuhkan.

"Sebaiknya, penuhi diri kita sendiri dengan informasi yang benar tentang gangguan jiwa agar lebih mampu berbuat yang benar untuk teman-teman, saudara, bahkan kita sendiri dalam mencegah bunuh diri."

Pada dasarnya, penderita gangguan jiwa memerlukan dukungan dari orang-orang sekitar. Hal itu juga ditegaskan melalui tema peringatan Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia tahun ini. <i>  Suicide prevention: one world connected <p>.

"Keterhubungan penderita gangguan jiwa terutama depresi dengan orang-orang sekitar sangat penting. Sejumlah penelitian menunjukkan isolasi sosial menjadi penyebab meningkatnya angka bunuh diri, terutama pada pasien depresi. Sebaliknya, data mengungkapkan hubungan yang kuat antarmanusia mengurangi risiko bunuh diri."

Menawarkan persahabatan, mendekati, dan menjadi teman bagi orang-orang yang mengalami masalah kejiwaan merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan seseorang. "Dukung mereka dengan empati dan sarankan pengobatan yang tepat," saran Andri. (*/H-2)

eni@mediaindonesia.com    

Catatan: Dukungan dari orang-orang sekitar dan terapi diperlukan untuk memulihkan penderita depresi berat. 

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar