Mencomot Asyiknya Sirkus


Mirip dengan sirkus, olahraga aerial circus ini direkomendasikan bagi orang yang gemar memanjat atau meyukai ketinggian.

Di atas hoop yang tergantung di langit-langit ruangan, tiga perempuan masing-masing sedang meliuk sedemikian rupa. Sesekali mereka bergantung dengan menopang pada lengan, lain waktu punggungnya bersandar pada hoop yang melingkar.

Sepintas aksi mereka serupa pertunjukan sirkus. Namun, siapa mengira, Neisa Metta - salah seorang antara mereka - hanyalah seorang siswi sekolah menengah atas berusia 17 tahun. Begitu pula Deasy Geta, 40, ialah pekerja kantoran.

Sabtu (20/6) pagi itu, mereka sedang mengikuti kelas aerial circus di Balance Studio, Jakarta Selatan. Berguru langsung kepada Marina Martam yang dikenal sebagai 'Ibu sirkus Indonesia', keduanya bukan berminat terjun ke pertunjukan sirkus.

Beberapa tahun terakhir aerial circus memang makin diminati sebagai sebentuk seni dan sejenis olahraga. Meski mengaku punya kekurangan dalam hal fleksibilitas, Deasy merasa tertantang ikut aerial circus.

Berbeda dengan swing yoga yang dijajalnya lebih dulu, aerial circus menurutnya banyak melatih otot bagian atas dan core. Dia pun jadi merasa lebih kuat karenanya, "Pasti keringetan, menyenangkan, dan dapat olahraganya. Setiap hari selalu tambah gerakan jadi bikin penasaran dan ketagihan," imbuhnya.

Bergabung  bersama ketiganya, Media Indonesia membuktikan sendiri betapa seni ini melibatkan olah tubuh yang lumayan menguras tenaga. Dalam satu sesi selama 1 jam, kelas dimulai dengan pemanasan yang banyak fokus pada persendian, baik tangan maupun kaki. Kekuatan otot lengan, paha, dan perut juga disiapkan dalam sesi ini.

Kemudian tibalah waktunya untuk latihan dengan memanfaatkan hoop yang tergantung di langit-langit. Dengan berpegangan pada hoop dan kaki masih menapak lantai, kami mengangkat kaki hingga tampak seperti jongkok terbalik di atas hoop. Itulah gerakan spider.

Dengan kepala berada di bawah, diperlukan ketenangan dan otot lengan juga otot perut yang kuat untuk bisa bertahan lama dalam posisi demikian.

Lain lagi dengan gerakan phoenix. Sebelah kaki di depan ditekuk, sedangkan satunya lagi lurus ke belakang dengan ujung jemari lurus menunjuk (pointe). Di saat yang sama, kedua tangan berpegangan ke hoop bagian atas. Karena badan condong ke depan, peregangan amat terasa di bagian tulang belakang.

Saat merasa sudah cukup melatih teknik gerakannya, latihan berikutnya ialah mengombinasikan beberapa gerakan sekaligus dalam bentuk koreografi dengan diiringi musik. Setiap latihan selalu ada gerakan baru.

Memahami batas tubuh

Marina Martam mempelajari aerial circus di Club Med Resorts Worldwide pada 2003-2011. Saat itu dia merasa seni tersebut pasti akan keren untuk ditampilkan di Jakarta. Lama terjun di bidang ini, dia menyadari aerial acrobatics membuatnya makin memahami anatomi tubuhnya sendiri. "Jadi tambah memahami hubungan  fisika yang memengaruhi kegiatan selama mengudara," lanjutnya.

Koordinasi ruangannya pun makin teruji. Contohnya tak peduli menjungkirbalikkan tubuh dengan cara apa pun, dia akan tetap sadar orientasi arah. "Jadi tambah paham limit sesungguhnya tubuh kita itu ada di mana, yaitu di hati dan pikiran," simpulnya.

Dia pun merekomendasikan aerial circus bagi orang-orang yang sedari lahir gemar memanjat dan berada di ketinggian, lantas butuh penyaluran yang risikonya bisa diatur. Olahraga ini juga cocok untuk mendapatkan tantangan bernilai artistik. 

Sebagai olahraga, aerial circus melibatkan otot di seluruh tubuh secara merata, mulai kaki, pinggang, abdominal, paha, juga otot bagian bahu, bahkan jari jemari. Dalam olahraga itu pun, otot di kedua tangan dilatih secara seimbang.

Diakui Marina, berat badan bisa menjadi kendala untuk bisa melakukan trik-trik tertentu. Namun, itu bukan berarti aerial circus tidak bisa dilakukan oleh penderita obesitas.

Bahkan banyak juga orang yang terbilang gemuk justru lebih kuat daripada yang kurus. karena itu, untuk yang mengalami masalah berat badan. Marina menyatakan tak perlu ragu untuk mencoba lebih dulu. Apalagi alat-alat aerial circus memiliki standar kapasitas untuk beban minimal 1 ton, jadi aman.

Di sisi lain, seorang dokter juga sudah pernah meminta Marina menerapkan aerial hoop pada penderita autistik karena melatih koordinasi dan mobilitas. (M-3)

miweekend@mediaindonesia.com              

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar