Trauma Pencernaan Sering Tak Tertolong

JAKARTA, KOMPAS - Meskipun trauma pada sistem saluran cerna menempati urutan ketiga pada pasien dengan trauma multipel yang masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Cipto Mangunkusumo, pasien dengan trauma tersebut menduduki peringkat teratas pasien yang tidak tertolong dibanding pasien bertrauma multipel lain.

Data RSUP RSCM tahun 2002 menunjukkan ada 365 pasien dengan trauma dan 154 pasien di antaranya dengan trauma multipel. Rinciannya, 203 trauma pada tulang, 127 trauma pada toraks, dan 119 trauma pada sistem saluran cerna. Namun, dari 20 pasien yang meninggal akibat trauma multipel, sebanyak 13 pasien mengalami trauma pada sistem saluran cerna. Sisanya dibagi rata antara pasien dengan trauma pada toraks dan tulang.

Bisa dikurangi

Ilmu Bedah Digestif (berkaitan dengan sistem saluran cerna) yang secara resmi dikenal tahun 1979, sebenarnya bisa diterapkan untuk mengurangi tingginya angka kematian pasien dengan trauma multipel tersebut. Ilmu tersebut memiliki ruang lingkup seperti masalah penyakit bawaan sejak lahir (kongenital), degeneratif/kanker sistem saluran cerna, infeksi, dan trauma.

Dikembangkannya bedah laparoskopik yang mengurangi sifat invasif, mampu menekan risiko kematian pada pasien. "Masalah yang masih merupakan penyebab kegagalan operasi pada sistem saluran cerna adalah masalah infeksi, nutrisi, dan penanggulangan trauma," kata Prof Dr dr. Aryono Djuned Pusponegoro SpBD KBD dalam pidato pengukuhannya yang berjudul "Sumbangan Ilmu Bedah Digestif Pada Penanggulangan Trauma Berat Abdomen". Ia ditetapkan sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Bedah Digestif pada Fakultas Kedokteran  Universitas Indonesia, Sabtu lalu.

Teknik operasi yang baik, dipercaya mampu mengurangi risiko kegagalan yang berujung kematian. Sistem yang kini dikembangkan di Sub-bagian Bedah Digestif FKUI adalah Nutritional Support Team, yakni tim yang mengevaluasi dan menanggulangi masalah gizi pasien pada fase periopratif (selama dirawat untuk pembedahan hingga pulang).

Pahami akibat trauma

Penanggulangan pasien bertrauma berat dilakukan dengan memahami apa yang terjadi dalam tubuh manusia ketika terjadi trauma. "Bukan hanya masalah biomekanik trauma pada tubuh yaitu anatomi dan makrosirkulasi, tapi juga masalah pada tingkat sel dan mikrosirkulasi,"  lanjut Aryono.

Faktor lain yang masih harus dikembangkan adalah penanganan secepat mungkin pasien pra-rumah sakit. Yakni, penanganan sebelum pasien  ditangani di RS. Faktanya, penanganan itu belum sesempurna di luar negeri yang memiliki respons tanggap hanya 4-8 menit.

Dengan pemahaman dasar ilmu bedah digestif, yang dapat menggambarkan apa yang terjadi pada tubuh dari saat kejadian, perjalanan ke RS, dan apa yang dialami sel, serta mikrosirkulasi pada keadaan syok hemoragik (perdarahan), diharapkan penanganan total dapat diterapkan, sehingga menekan risiko kematian dan morbiditasnya. (GSA)      

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar