Pemberian ASI Tekan Risiko Tengkes

JAKARTA, KOMPAS - Pemberian air susu ibu secara eksklusif mencegah risiko terjadi tengkes pada anak. Air susu ibu atau ASI ini  juga dapat meningkatkan perlindungan dari penularan berbagai penyakit.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam Puncak Peringatan Hari Menyusui Sedunia 202i, di Jakarta, Rabu (25/8/2021), mengatakan, pemberian ASI secara eksklusif artinya bayi tidak mendapat asupan selain ASI sejak lahir sampai usia enam  bulan.

ASI merupakan nutrisi terbaik bagi bayi. "ASI melindungi anak dari berbagai penyakit, seperti diare. Anak yang mendapat ASI juga memiliki tingkat kecerdasan lebih baik dan lebih rendah risiko mengalami obesitas," katanya.  

Manfaat lain ASI ialah mencegah terkena penyakit tak menular di usia  dewasa. Kedekatan ibu dengan bayi lebih tinggi pada anak yang mendapat ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif dilanjutkan sampai anak berusia dua tahun menekan risiko tengkes (stunting) atau gagal tumbuh kembang akibat kurang gizi kronis.

Capaian turun

Namun, capaian pemberian ASI eksklusif di Indonesia turun. Pada 2018 prevalensi pemberian ASI eksklusif 68,7 persen dan turun jadi 65,8 persen pada 2019 serta 53,9 persen pada 2020. "Kampanye ASI eksklusif harus didorong agar praktik menyusui optimal. Pemberian ASI eksklusif bisa mencegah lebih dari 823.000 kematian bayi dan 20.000 kematian ibu tiap tahun," ucapnya.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo menuturkan, peningkatan pemberian ASI di Indonesia jadi tanggung jawab semua pihak. Pada keluarga, pemberian ASI tak hanya tugas ibu, tetapi juga ayah dan anggota keluarga lain.

Untuk mencegah tengkes melalui pemberian ASi eksklusif, kesadaran warga perlu dibentuk sejak dini, dimulai dari remaja, khususnya remaja putri, ataupan pasangan calon pengantin dan suami istri yang masuk masa kehamilan. "Dengan mendorong pemberian ASI di Indonesia, kita bisa menyiapkan generasi masa depan berkualitas," kata Hasto.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menambahkan, soal malnutrisi pada anak Indonesia amat tinggi. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, angka anak balita dengan tengkes 30,8 persen, anak balita kurus 10,2 persen, dan anak balita gemuk 8 persen. 

Penurunan status gizi pada bayi biasanya terjadi pada usia 3-4 bulan saat ibu harus kembali bekerja. Sebab, ibu biasanya tidak bisa memberikan ASI secara optimal. Padahal, bayi yang tak mendapat ASI eksklusif berisiko 2,6 kali lebih tinggi mengalami tengkes di usia 0-6 bulan dan dua kali lebih tinggi pada usia 6-23 bulan. (TAN)   

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar