Terapi Profilaksis bagi Pasien Hemofilia
JAKARTA, KOMPAS - Terapi profilaksis pada pasien hemofilia belum diterapkan secara optimal di fasilitas kesehatan. Padahal, terapi itu masuk layanan standar yang diatur dalam Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran atau PNPK Tata Laksana Hamofilia.
Wakil Ketua Bidang Medik Indonesian Hemophilia Society Novie Amelia Chozie, menyampaikan, Federasi Hemofilia Dunia merekomendasikan terapi profilaksis sebagai pilihan utama bagi pasien hemofilia, terutama derajat sedang dan berat. Pemberian faktor pembekuan darah secara profilaksis mencegah perdarahan serta kerusakan sendi dan otot.
"Terapi profilaksis masuk dalam PNPK Tata Laksana Hemofilia yang terbit pada 2021. Namun, implementasinya masih fase transisi. Tiap rumah sakit semestinya mengadopsi SOP PNPK agar pelaksanaannya lebih masif," tutur Novie, Selasa (26/4/2022), di Jakarta.
Sebelum PNPK ini diterbitkan, pemberian faktor pembekuan darah biasanya dilakukan saat sudah terjadi perdarahan. Padahal, faktor pembekuan darah sebaiknya diberikan secara profilaksis atau sebelum perdarahan pada pasien hemofilia.
Hemofilia merupakan kelainan pembekuan darah bawaan akibat kekurangan faktor pembekuan darah. Hemofilia A terjadi karena kekurangan faktor pembekuan darah VIII dan hemofilia B terjadi karena kekurangan faktor IX. Sekitar 70-80 persen pasien hemofilia memiliki riwayat keluarga dengan penyakit yang sama.
Novie menjelaskan, berbagai riset menunjukkan pemberian pembekuan darah secara profilaksis menekan risiko perdarahan. Jadi, risiko kerusakan sendi dan otot akibat perdarahan pada pasien hemofilia bisa dicegah. Kualitas hidup pasien pun bisa lebih baik.
Risetnya bersama tim di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo (RSCM) juga membuktikan, pemberian profilaksis dosis rendah menurunkan episode perdarahan pada pasien. Pasien hemofilia berat dengan faktor pembekuan darah kurang dari 1 persen bisa 1-2 kali seminggu mengalami perdarahan.
Dengan terapi profilaksis, risiko inhibitor faktor VIII bisa dicegah. Inhibitor faktor VIII ialah antibodi pada faktor VIII dalam pembekuan darah yang menetralisasi terapi. "Aturan terapi profilaksis dalam PNPK Hemofilia ada dalam panduan praktik klinis RSCM," ujarnya.
Ditanggung JKN
Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Dita Novianti, obat bagi terapi profilaksis pada pasien hemofilia masuk formularium nasional. Jadi, terapi ini dijamin program jaminan kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Djajadiman Gatot menuturkan, JKN membantu banyak pasien hemofilia menjangkau layanan medis bermutu. "Kita perlu mengoptimalkan kemitraan kebijakan dan kemajuan agar akses terapi pasien hemofilia tersedia luas," katanya. (TAN)