THALASSAEMIA, Tidak Bisa Sembuh, Tapi Bisa Dicegah
Thalassaemia berkembang menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. Penderitanya harus rutin melakukan transfusi darah untuk menyambung hidupnya. Meski belum ada obatnya, penyakit itu bisa dicegah.
Tanggal 8 Mei lalu diperingati sebagai Hari Thalassaemia sedunia. Mungkin tidak banyak masyarakat yang mengenal thalassaemia, dan tidak menyadari bahwa diri dan keluarganya mengidap thalassaemia. Padahal dampak yang ditimbulkan penyakit ini sangat serius. Jika tidak tertangani dengan baik, akan berakibat kematian pada penderitanya.
Thalassaemia merupakan kelainan genetik yang menyebabkan terganggunya produksi haemoglobin, sebuah protein yang ada di dalam sel darah merah. Penderita Thalassaemia memiliki sel darah merah yang mudah rusak atau umurnya lebih pendek (23 hari) dibandingkan sel darah normal (120 hari), sehingga penderitanya akan mengalami anemia.
Penyakit ini banyak dijumpai di kawasan-kawasan sekitar Laut Tengah atau Mediterania, Timur Tengah dan Asia, namun sangat jarang ditemukan di kawasan Eropa Utara. Kata thalassaemia sendiri berasal dari bahasa Yunani Thalassa (laut) dan anaemia (lesu darah).
Menurut data WHO tahun 1994, jumlah carrier atau orang yang mempunyai gen pembawa thalassaemia di seluruh dunia mencapai 4,5% atau sekitar 250 juta orang, di mana 300 ribu akan dilahirkan setiap tahun anak yang menderita thalassaemia. Sekitar 60-70 ribu di antaranya merupakan penderita jenis thalassaemia terparah, beta-thalassaemia mayo. Penderitanya memerlukan transfusi darah sepanjang hidupnya.
Kecenderungan kasus thalassaemia pun terus meningkat. Berdasarkan data WHO, jumlah carrier pada tahun 2001 mencapai 7% dari jumlah penduduk dunia.
Bagaimana dengan Indonesia? Ternyata Indonesia termasuk dalam kelompok berisiko tinggi thalassaemia. Prevalensi thalassaemia bawaan (carrier) di Indonesia sekitar 3-8%. Jika prosentase thalassaemia 5% saja, dengan angka kelahiran 23 per 1.000 dari populasi 240 juta maka diperkirakan terdapat 3.000 bayi penderita thalassaemia lahir setiap tahunnya.
PENYAKIT BAWAAN
Thalassaemia bukanlah penyakit menular, tapi dapat diturunkan. Berdasarkan cara penurunannya (hereditasi), thalassaemia dibedakan menjadi tiga jenis. Jenis pertama adalah thalassaemia trait, atau sering disebut pula thalassaemia minor. Keadaan ini terjadi pada seseorang yang sehat, namun dia dapat menurunkan gen thalassaemia pada anak-anaknya. Thalassaemia trait sudah ada sejak lahir, dan tetap ada sepanjang hidup penderita. Meski kadang-kadang ada gejala anemia, penderitanya bisa hidup sehat dan tidak memerlukan transfusi darah sepanjang hidupnya.
Jenis kedua adalah thalasaemia mayor. Ini terjadi bila kedua orangtua mempunyai pembawa sifat thalassaemia. Penderitanya memerlukan tranfusi darah secara berkala seumur hidupnya. Apabila penderita thalassaemia mayor tidak dirawat, maka hidup mereka biasanya hanya bertahan antara 1-8 tahun.
Jenis ketiga adalah thalassaemia intermedia merupakan kondisi antara thalassaemia mayor dan minor. Penderita thalasaemia intermedia mungkin memerlukan tranfusi darah secara berkala. Penderita dapat bertahan hidup sampai dewasa.
Jika pasangan suami istri salah satunya menderita thalasaemia minor sedangkan yang satunya tidak, maka 50% kemungkinan pasangan itu memiliki keturunan yang menderita thalassaemia minor. Sebaliknya, apabila keduanya punya thalassaemia minor, maka kemungkinan pasangan itu memiliki anak yang menderita thalassaemia minor dan mayor lebih besar, 25% untuk memiliki anak yang mempunyai darah normal, 50% untuk anak yang mengidap thalassaemia minor, dan 25% untuk anak yang mengidap thalassaemia mayor.
Anak yang terlahir dengan thalassaemia mayor tampak normal saat lahir. Gejalanya baru dapat terlihat pada usia antara 3-18 bulan. Gejala thalassaemia sangat bervariasi di antaranya anaemia, pucat, sukar tidur, lemas, tidak nafsu makan dan infeksi berulang. Jantung pun akan menjadi lemah dan mudah berdebar-debar lantaran harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan haemoglobin.
Gejala lainnya adalah tulang yang menipis dan rapuh lantaran sumsum tulang harus bekerja keras mengatasi kekurangan haemoglobin. Hal ini sering menyebabkan batang hidung penderita masuk ke dalam dengan tulang pipi yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley dan menjadi ciri khas thalassaemia mayor.
Sampai saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit thalassaemia. Yang bisa dilakukan untuk penderita thalassaemia, khususnya thalassaemia mayor, adalah menjaga stamina dan kesehatannya dengan melakukan transfusi darah secara teratur. Biasanya transfusi ini dilakukan sekali dalam empat minggu, dan itu dilakukan sepanjang hayatnya.
Namun, transfusi darah terus menerus juga mempunyai efek samping, dimana setiap 250 ml darah yang ditransfusikan membawa sekitar 250 mg zat besi.
Pada orang normal, kebutuhan zat besi hanya 1-2 mg per hari. Zat besi dari sel darah merah yang rusak digunakan lagi oleh tubuh untuk pembentukan sel darah merah baru. Pada penderita thalassaemia yang mendapat transfusi darah rutin terjadi penumpukan zat besi, biasanya di organ-organ vital antara lain jantung, hati, dan paru-paru. Kalau itu dibiarkan, bisa mengakibatkan kegagalan fungsi organ-organ tersebut dan kematian.
Satu-satunya cara untuk mengeluarkan zat besi berlebih dari tubuh adalah dengan terapi kelasi zat besi. Caranya adalah dengan menyuntikkan obat bernama Desferal (deferoxamine) di bawah kulit melalui pompa suntik lima sampai tujuh kali setiap minggu. Obat ini akan mengikat zat besi dari tubuh dan mengeluarkannya lewat air kemih.
BISA DICEGAH
Beban penderita thalassaemia mayor memang sangat berat. Seumur hidup ia harus menjalani transfusi darah dan pengobatan. Rata-rata penderita thalassaemia menghabiskan dana sekitar 7-10 juta per bulan untuk pengobatan.
Untuk itu, thalassaemia perlu mendapat perhatian khusus dan prioritas dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan kelebihan dengan menjamin biaya pengobatan pasien thalassaaemia melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/VI/2011. Pasien thalassaemia memperoleh jaminan pelayanan pengobatan thalassaemia, atau Jampelthas.
PENYAKIT BAWAAN
Thalassaemia bukanlah penyakit menular, tapi dapat diturunkan. Berdasarkan cara penurunannya (hereditasi), thalassaemia dibedakan menjadi tiga jenis. Jenis pertama adalah thalassaemia trait, atau sering disebut pula thalassaemia minor. Keadaan ini terjadi pada seseorang yang sehat, namun dia dapat menurunkan gen thalassaemia pada anak-anaknya. Thalassaemia trait sudah ada sejak lahir, dan tetap ada sepanjang hidup penderita. Meski kadang-kadang ada gejala anemia, penderitanya bisa hidup sehat dan tidak memerlukan transfusi darah sepanjang hidupnya.
Jenis kedua adalah thalasaemia mayor. Ini terjadi bila kedua orangtua mempunyai pembawa sifat thalassaemia. Penderitanya memerlukan tranfusi darah secara berkala seumur hidupnya. Apabila penderita thalassaemia mayor tidak dirawat, maka hidup mereka biasanya hanya bertahan antara 1-8 tahun.
Jenis ketiga adalah thalassaemia intermedia merupakan kondisi antara thalassaemia mayor dan minor. Penderita thalasaemia intermedia mungkin memerlukan tranfusi darah secara berkala. Penderita dapat bertahan hidup sampai dewasa.
Jika pasangan suami istri salah satunya menderita thalasaemia minor sedangkan yang satunya tidak, maka 50% kemungkinan pasangan itu memiliki keturunan yang menderita thalassaemia minor. Sebaliknya, apabila keduanya punya thalassaemia minor, maka kemungkinan pasangan itu memiliki anak yang menderita thalassaemia minor dan mayor lebih besar, 25% untuk memiliki anak yang mempunyai darah normal, 50% untuk anak yang mengidap thalassaemia minor, dan 25% untuk anak yang mengidap thalassaemia mayor.
Anak yang terlahir dengan thalassaemia mayor tampak normal saat lahir. Gejalanya baru dapat terlihat pada usia antara 3-18 bulan. Gejala thalassaemia sangat bervariasi di antaranya anaemia, pucat, sukar tidur, lemas, tidak nafsu makan dan infeksi berulang. Jantung pun akan menjadi lemah dan mudah berdebar-debar lantaran harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan haemoglobin.
Gejala lainnya adalah tulang yang menipis dan rapuh lantaran sumsum tulang harus bekerja keras mengatasi kekurangan haemoglobin. Hal ini sering menyebabkan batang hidung penderita masuk ke dalam dengan tulang pipi yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley dan menjadi ciri khas thalassaemia mayor.
Sampai saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit thalassaemia. Yang bisa dilakukan untuk penderita thalassaemia, khususnya thalassaemia mayor, adalah menjaga stamina dan kesehatannya dengan melakukan transfusi darah secara teratur. Biasanya transfusi ini dilakukan sekali dalam empat minggu, dan itu dilakukan sepanjang hayatnya.
Namun, transfusi darah terus menerus juga mempunyai efek samping, dimana setiap 250 ml darah yang ditransfusikan membawa sekitar 250 mg zat besi.
Pada orang normal, kebutuhan zat besi hanya 1-2 mg per hari. Zat besi dari sel darah merah yang rusak digunakan lagi oleh tubuh untuk pembentukan sel darah merah baru. Pada penderita thalassaemia yang mendapat transfusi darah rutin terjadi penumpukan zat besi, biasanya di organ-organ vital antara lain jantung, hati, dan paru-paru. Kalau itu dibiarkan, bisa mengakibatkan kegagalan fungsi organ-organ tersebut dan kematian.
Satu-satunya cara untuk mengeluarkan zat besi berlebih dari tubuh adalah dengan terapi kelasi zat besi. Caranya adalah dengan menyuntikkan obat bernama Desferal (deferoxamine) di bawah kulit melalui pompa suntik lima sampai tujuh kali setiap minggu. Obat ini akan mengikat zat besi dari tubuh dan mengeluarkannya lewat air kemih.
BISA DICEGAH
Beban penderita thalassaemia mayor memang sangat berat. Seumur hidup ia harus menjalani transfusi darah dan pengobatan. Rata-rata penderita thalassaemia menghabiskan dana sekitar 7-10 juta per bulan untuk pengobatan.
Untuk itu, thalassaemia perlu mendapat perhatian khusus dan prioritas dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan kelebihan dengan menjamin biaya pengobatan pasien thalassaaemia melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/VI/2011. Pasien thalassaemia memperoleh jaminan pelayanan pengobatan thalassaemia, atau Jampelthas.