Harga Obat RI 500% Lebih Mahal dari Malaysia. Jokowi Jengkel Gelar Rapat Internal. Harga Obat Bisa Lebih Murah
JAKARTA (Poskota) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) jengkel melihat harga obat-obatan dan alat kesehatan di Indonesia tergolong sangat mahal. Karena itu, pemerintah menggelar rapat internal untuk mencari cara agar harga obat-obatan dan alat kesehatan bisa jadi lebih murah.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang ikut dalam rapat mengatakan pihaknya diberi pesan agar harga alat kesehatan dan obat-obatan itu bisa sama dong dengan harga negara tetangga. Kan di kita harga alat kesehatan dan obat-obatan mahal," ungkap Budi Gunadi usai Rapat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2024).
Faktanya, Budi Gunadi menyampaikan ada perbedaan harga obat hingga tiga bahkan lima kali lipat dibandingkan dengan Malaysia. "Bedanya itu bisa 300% bahkan 500%," katanya
Maka dari itu, Budi Gunadi mengatakan pihaknya dan kementerian lain diminta mencari cara agar harga obat dan alat kesehatan bisa ditekan. Menurutnya, ada inefisiensi dalam tata kelola perdagangan di sektor kesehatan, hal ini yang jadi perhatian Jokowi untuk dijabarkan.
Dua minggu lagi, bakal ada rapat lanjutan setelah semua kementerian dan lembaga melakukan kajian mendalam soal faktor apa saja yang akan membuat harga obat-obatan bisa jadi lebih murah.
"Apa itu tadi ada inefisiensi dalam perdagangannya, jual belinya, banyaklah. Apakah masalah tata kelola, pembeliannya, kita juga mesti bikin supaya lebih transparan. Ada biaya-biaya yang mungkin seharusnya tidak harus dikeluarkan, " papar Budi Gunadi. "Itu sebabnya kita harus mencari kombinasi semurah mungkin, tapi isunya bukan hanya di pajak saja," lanjutnya.
Jokowi, kata Budi Gunadi, juga berpesan agar industri dalam negeri bisa diperbaiki tata kelolanya. Jangan sampai pengembangan industri kesehatan di dalam negeri tak bergerak karena ada inkonsistensi regulasi. "Presiden juga pesan obat-obatan dan harga kesehatan industri dalam negeri dibandingkan supaya bisa resilien kalau ada pandemi lagi," tegas Budi Gunadi.
Industri Kesehatan Tak Berkembang
Budi Gunadi buka-bukaan soal adanya kebijakan yang tidak konsisten membuat industri kesehatan tak bisa berkembang. Hal ini berhubungan dengan kebijakan bea masuk barang impor untuk alat kesehatan.
Budi Gunadi menerangkan ada contoh kasus pada penyediaan alat USG di tanah air. Menurutnya, selama ini, mengimpor alat USG yang sudah jadi hanya dikenakan bea masuk 0% saja. Namun di sisi lain, ketika ada industri yang mau mengimpor bahan baku dari luar negeri untuk membuat mesin USG bea masuknya justru besar sampai 15%.
"Misalnya kita beli 10 ribu USG, kalau beli 10 ribu USG kita penginnya kalau bisa pabrik USG ada di kita dong, padahal bea masuk impor USG 0%. Tapi kalau kita ada pabrik dalam negeri beli komponen layar USG, elektronik USG, bahan bakunya malah dikenai bea masuk 15%," papar Budi Gunadi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2024).
Dari kasus ini, Budi Gunadi bilang ada inkonsistensi antar kebijakan di Indonesia. Di satu sisi industri ingin didorong lebih maju, namun tidak didukung oleh kebijakan insentif. "Kan ada inkonsistensi, satu sisi kita ingin dorong industri supaya produksi dalam negeri, tapi supporting insentif system-nya nggak align," kata Budi Gunadi. (*/ham)